Aku masih ingat bagaimana suasana demo di depan gedung DPR sore itu terasa membara—panas matahari yang terik dan semangat yang membara di antara para mahasiswa. Kami berkumpul dalam kerumunan besar, berteriak dan mengangkat plakat, meminta perubahan yang sepertinya tak kunjung datang. Entah apa yang mendorongku untuk tetap di sana sampai malam, tapi aku merasa ada sesuatu yang tidak biasa, sesuatu yang membuat hatiku berdebar lebih dari sekadar ketegangan politik.

Saat matahari terbenam, suasana berubah. Lampu-lampu jalan mulai menyala, dan gedung DPR yang megah terlihat seperti monster hitam yang mengawasi kami dari jauh. Aku melangkah menjauh dari kerumunan, memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah kafe kecil yang ada di sudut jalan, tak jauh dari tempat kami berdemo.

 

 

Kafe itu sudah hampir kosong, hanya ada beberapa pengunjung yang duduk dengan tenang. Aku memesan secangkir kopi, mencoba meredakan stres. Saat aku duduk di sudut kafe, aku tak bisa menahan rasa cemas yang merayapi pikiranku. Entah kenapa, pikiranku melayang ke berbagai hal aneh—gambar-gambar kabur dan suara yang nyaring di telingaku.

Kemudian, aku melihatnya—seorang pria tua, dengan wajah yang penuh keriput dan mata yang nyaris tak terlihat di balik bayangan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Dia duduk sendirian di meja dekat jendela, dan aku merasa ada sesuatu yang sangat salah tentang kehadirannya. Ada aura misterius dan menakutkan yang menyelubungi dirinya.

Tak lama setelah aku memperhatikan pria itu, aku mulai merasakan ketidaknyamanan yang semakin mengganggu. Suara-suara di luar kafe seolah semakin meresap ke dalam pikiranku, membentuk bisikan yang tidak bisa kupahami. Aku mencoba mengabaikannya, tetapi bisikan itu semakin keras dan semakin jelas, seolah memanggil namaku.

Dengan hati-hati, aku berdiri dan mendekati pria tua itu. Saat aku mendekat, dia menatapku dengan tatapan yang dingin dan kosong. “Kau bisa merasakannya, bukan?” Suaranya serak dan penuh tekanan.

Aku tak bisa mengelak; rasa takut yang menggebu mulai merayap di seluruh tubuhku. “Apa maksudmu?” tanyaku gemetar.

Dia hanya tersenyum, dan senyumnya sangat menyeramkan. “Malam ini, ada sesuatu yang akan terjadi. Sesuatu yang akan mengubah semuanya.”

Kemudian dia berdiri dan melangkah menuju pintu, keluar dari kafe dengan gerakan lambat yang penuh dengan keangkeran. Aku melihatnya pergi, dan dalam sekejap, suara di luar kafe menjadi lebih keras dan lebih kacau. Aku bergegas keluar dari kafe, ingin segera kembali ke rumah dan menjauh dari suasana aneh ini.

Namun, saat aku berjalan menuju rumah, aku merasa seperti diperhatikan. Kegelapan malam semakin pekat, dan bayangan-bayangan di sekitar seolah bergerak dengan sendirinya. Aku merasakan langkah-langkah di belakangku, tetapi ketika aku menoleh, tak ada siapa-siapa. Hanya kegelapan yang mengintai, seolah menunggu sesuatu.

Akhirnya, aku sampai di apartemenku dan mengunci pintu dengan rapat. Aku mencoba tidur, tetapi tidurku sangat terganggu. Dalam mimpiku, aku melihat kembali pria tua itu—sekarang wajahnya berubah menjadi hantu yang mengerikan, dan aku merasa terjebak dalam dunia yang penuh dengan kegelapan dan bisikan-bisikan menakutkan.

Ketika aku terbangun di pagi hari, aku merasa lelah dan bingung. Aku tak bisa menyingkirkan rasa cemas yang menghantui pikiranku. Aku membuka berita pagi, dan berita buruknya adalah: seorang pria tua ditemukan tewas di dekat kafe yang sama semalam—seolah dia tidak pernah benar-benar pergi.

Dan sampai hari ini, aku masih tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi semalam. Setiap kali aku melangkah keluar dari rumah, aku merasa ada mata yang mengawasi, dan bisikan-bisikan itu tak pernah benar-benar pergi. Aku masih bertanya-tanya apakah aku benar-benar mengalami semuanya atau apakah itu hanya bagian dari mimpi buruk yang tak pernah berakhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *