BELUM BAYAR HUTANG SEMASA HIDUP

Di sebuah desa terpencil di pinggir hutan, hidup seorang pria bernama Joko. Ia adalah seorang petani sederhana yang telah lama tinggal sendirian sejak istrinya meninggal dunia. Suatu malam, ketika hujan turun dengan deras dan petir menyambar langit, Joko merasa gelisah. Ada sesuatu yang tidak beres di desanya malam itu.

Desa tersebut dikenal memiliki cerita-cerita misterius yang sering dibicarakan orang-orang tua. Salah satu kisah yang paling terkenal adalah tentang pocong bolong, hantu yang dipercaya muncul ketika seseorang mati dalam keadaan belum membayar utangnya atau melakukan kesalahan besar sebelum meninggal.

 

 

Joko mengabaikan cerita-cerita itu sebagai mitos belaka, tetapi malam itu, rasa takut mulai menyelimuti hatinya. Ketika ia mencoba tidur, terdengar ketukan pelan di pintu rumahnya. Dengan rasa penasaran dan sedikit ketakutan, Joko membuka pintu untuk menemukan apa yang mengganggu malamnya.

Di luar, dalam gelap yang pekat, berdiri sosok yang sangat menakutkan. Sosok itu terlihat seperti pocong—makhluk yang biasanya terbungkus kain kafan putih, namun kali ini, kainnya tampak penuh lubang. Lubang-lubang itu seolah menganga lebar dan berisi kegelapan yang membuat darah Joko membeku. Pocong bolong itu berdiri di hadapannya, matanya yang kosong menatap langsung ke arah Joko.

Joko berusaha untuk menutup pintu, tetapi pocong bolong itu dengan mudah mendorong pintunya terbuka. Suara mengerikan dan berdesir pelan dari dalam rongga-rongga kain kafan pocong itu semakin mendekat. Joko merasa keringat dingin mengalir di tengkuknya. Dengan bergetar, ia mundur ke dalam rumah dan berusaha mencari benda yang bisa digunakannya untuk melawan.

Di tengah ketegangan yang meningkat, Joko ingat sebuah petua dari cerita orang tua—jika pocong bolong muncul, satu-satunya cara untuk menyingkirkannya adalah dengan mencari tahu apa yang diinginkannya dan mengabulkannya. Joko memutuskan untuk bertanya, meskipun suaranya hampir tidak terdengar karena ketakutan.

“Apakah kamu ingin sesuatu?” tanya Joko dengan suara gemetar.

Pocong bolong itu tidak menjawab. Namun, Joko bisa merasakan aura kesedihan dan kemarahan yang melingkupi makhluk tersebut. Kain kafan yang bolong itu seperti menampakkan bayangan wajah yang penuh penderitaan. Dalam ketakutan, Joko ingat bahwa ia pernah mendengar desas-desus tentang utang yang belum dibayar oleh orang-orang yang meninggal di desanya.

Joko segera mencari catatan lama yang dia simpan di lemari kayu. Dalam buku usang itu, ia menemukan catatan tentang seorang yang bernama Rudi, seorang peminjam yang meninggal sebelum membayar utangnya. Ternyata, uang yang dipinjam itu tidak pernah dilunasi. Joko segera menyadari bahwa pocong bolong itu mungkin adalah Rudi.

Dengan berani, Joko pergi ke lokasi yang tercatat di buku itu—sebuah makam lama di sudut desa. Ia membawa uang yang setara dengan utang Rudi dan meletakkannya di atas makam. Setelah meletakkan uang tersebut, Joko berdoa dengan penuh kesungguhan agar Rudi bisa mendapatkan kedamaian.

Ketika Joko kembali ke rumah, pocong bolong itu tidak lagi muncul. Keesokan paginya, desa menjadi tenang seperti biasa. Joko merasa lega dan berterima kasih bahwa ia telah berhasil mengatasi hantu tersebut. Sejak saat itu, Joko tidak pernah lagi merasa takut saat malam datang. Namun, dia tetap menyimpan pelajaran berharga tentang bagaimana utang dan kesalahan yang tidak diselesaikan bisa membawa malapetaka, bahkan setelah seseorang pergi dari dunia ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *