Perewangan Bebek Bakar Terkenal

Saya adalah Iwan, saudara dari Rudi, pemilik restoran bebek bakar yang cukup terkenal di kota kami. Restoran ini selalu ramai dan menjadi tempat favorit banyak orang, tetapi ada sesuatu yang tidak biasa di balik kesuksesan itu. Rudi sering mengatakan bahwa keberuntungannya datang dari “bantuan” yang ia dapatkan dari seorang dukun.

Suatu malam, saya berkunjung ke restoran setelah jam tutup. Rudi baru saja selesai membersihkan dapur, dan saya merasa ada yang aneh. Suasana di dalam restoran terasa berat, dan saya bisa merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan. “Kau merasa itu juga?” tanya saya pada Rudi, yang hanya mengangguk dengan ekspresi tegang.

“Jin yang aku panggil untuk membantu bisnis ini mungkin sedang marah,” katanya sambil menggigit bibir. “Aku melakukan ritual lagi minggu lalu, tapi sepertinya ada yang tidak beres.”

Semakin malam, suara-suara aneh mulai terdengar. Seperti bisikan lembut yang mengalun di telinga saya, tetapi saya tidak bisa menangkap kata-katanya. Rudi mencoba menyalakan musik untuk mengalihkan perhatian, tapi itu tidak membantu. Justru, suara-suara itu semakin jelas, seolah semakin mendekat.

Tiba-tiba, lampu di restoran berkedip-kedip dan layar monitor yang menampilkan menu tampak bergetar. Saya merasakan ketegangan di udara. “Iwan, kita harus keluar dari sini,” Rudi berkata dengan suara bergetar. Namun, sebelum kami bisa bergerak, pintu restoran mendadak tertutup rapat, seolah ada kekuatan yang menahannya.

“Kau sudah memanggilku,” suara itu tiba-tiba terdengar, menembus keheningan malam. Suara itu berat dan menakutkan, seolah berasal dari kedalaman bumi. Saya melihat ke arah Rudi, dan wajahnya tampak pucat, matanya melebar karena ketakutan.

“Kau tidak bisa mengabaikanku,” suara itu melanjutkan. “Aku yang memberimu semua ini. Tanpa aku, restoran ini tidak akan pernah sepopuler ini.” Rudi terdiam, tidak bisa berkata apa-apa.

Di sudut ruangan, saya melihat bayangan hitam bergerak cepat, seolah mengawasi kami. Saya merasa punggung saya merinding, dan ketakutan menyelimuti hati saya. “Rudi, apa yang kau lakukan? Kita harus memanggil dukun itu lagi!” seru saya panik.

Namun, Rudi hanya menggelengkan kepala. “Dia bilang, jika aku ingin bebas, aku harus mengorbankan sesuatu,” katanya pelan, dan saat itu saya menyadari bahwa yang akan dikorbankan adalah salah satu dari kami.

Tanpa peringatan, bayangan itu melompat ke arah kami. Saya dan Rudi berlari, berusaha membuka pintu, tetapi tidak bisa. Suara itu semakin dekat, dan saya bisa merasakan napas dingin yang membuat kulit saya merinding. “Bantu aku, Iwan!” Rudi berteriak.

Dengan sisa-sisa keberanian, saya berusaha mengingat ritual yang pernah diceritakan dukun. “Kita harus mengembalikan apa yang telah diambil!” teriak saya. “Mungkin ada cara untuk menenangkan dia!”

Ketika saya berteriak, bayangan itu terhenti sejenak, seolah mendengarkan. Saya meraih satu dari banyak piring bebek bakar yang sudah dingin, dan meletakkannya di lantai. “Ini untukmu, kami tidak ingin mengganggumu lagi!” seru saya.

Mendengar kata-kata itu, bayangan itu seolah melunak. Pintu tiba-tiba terbuka, dan hawa dingin itu mulai menghilang. “Ingat, Iwan,” suara itu berbisik sebelum menghilang, “setiap keberuntungan ada harga yang harus dibayar.”

Kami melarikan diri dari restoran itu, masih terombang-ambing antara ketakutan dan kelegaan. Sejak malam itu, Rudi memutuskan untuk menutup restoran, dan kami berdua tahu, ada hal-hal yang sebaiknya tidak disentuh. Keberuntungan memang bisa datang dari mana saja, tetapi kadang, apa yang kita panggil bisa datang dengan konsekuensi yang tidak kita inginkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *