Di suatu malam yang gelap dan hening, angin malam berbisik-bisik di sekitar Jembatan Teksas yang terletak di tepi Universitas Indonesia. Jembatan kecil itu melintasi sungai kecil yang mengalir perlahan di antara pepohonan yang rimbun. Daun-daun bergerak dengan gemuruh lembut, menciptakan bayangan yang menakutkan di bawah sinar bulan yang samar-samar menerangi jalanan setapak.

Sudah larut malam ketika seorang mahasiswa, Andi, terpaksa pulang sendirian setelah mengerjakan tugas kelompok di perpustakaan kampus. Dia memilih jalan pintas melintasi Jembatan Teksas, meskipun hatinya berdebar-debar mendengar cerita-cerita yang beredar di kampus tentang penampakan kuntilanak di tempat itu.

Langkah Andi terdengar gemetar di atas jembatan yang sepi. Dia mencoba mengusir rasa takutnya dengan memutar lagu favoritnya di telinga, tetapi kegelapan dan suara malam membuat bulu kuduknya merinding. Saat dia hampir mencapai tengah jembatan, sebuah angin dingin tiba-tiba berhembus keras, membelai wajahnya dengan lembut seolah-olah menandakan kehadiran sesuatu yang tak terlihat.

Tanpa diduga, cahaya redup dari lampu jalan yang jauh tiba-tiba padam. Andi merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Dia berhenti sejenak, menatap kegelapan di sekitarnya dengan hati yang berdegup kencang. Di ujung jembatan, bayangan putih terlihat mengambang perlahan-lahan. Rambut panjangnya bergerak lembut di angin malam, dan gaun putihnya berkilauan samar di bawah sinar bulan yang tersembunyi.

Andi terpaku, tidak bisa bergerak. Dia teringat akan cerita-cerita tentang kuntilanak yang suka menghantui jembatan ini. Suara tangisan lembut mulai terdengar di keheningan malam. Andi mencoba menelan ludahnya kering, berusaha menyingkirkan rasa ketakutannya yang melumpuhkan.

Namun, kuntilanak itu tidak bergerak menuju ke arahnya. Alih-alih, dia hanya mengambang di ujung jembatan, seakan-akan menunggu sesuatu atau seseorang. Suara gemuruh lembut dari sungai di bawahnya semakin menambah ketegangan di udara.

Andi memutuskan untuk melangkah mundur perlahan-lahan, mempercepat langkahnya menjauhi jembatan. Dia tidak berani menoleh ke belakang, takut akan apa yang mungkin dia lihat jika melakukannya. Langkahnya semakin cepat, detak jantungnya semakin kencang, mencoba mencapai ujung jembatan dan meninggalkan kuntilanak itu jauh di belakangnya.

Ketika dia akhirnya melintasi jembatan dan memasuki penerangan lampu jalan yang kembali menyala, Andi merasa lega. Dia berlari hampir sepanjang jalan pulang, mencoba menyingkirkan bayangan dan suara yang menghantui pikirannya. Namun, dia tahu bahwa malam itu, dia tidak akan pernah melupakan pengalaman melihat kuntilanak di Jembatan Teksas Universitas Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *