Suasana malam yang gelap menyelimuti stasiun kereta Bengawan Solo yang sepi. Awan hitam mencekam menggantung rendah di langit, seolah menjanjikan hujan lebat yang akan segera turun. Di peron, seorang penumpang tunggal, Maya, menunggu dengan gelisah kedatangan kereta terakhir malam itu.

Saat kereta berhenti dengan gemuruh, Maya melangkah masuk ke dalam gerbong yang sunyi. Penumpang lain tidak terlihat di dekatnya. Dia memilih duduk di pojokan dekat jendela, berharap untuk menenangkan diri sejenak setelah hari yang panjang.

Namun, ketenangan itu berubah menjadi kecemasan ketika Maya menyadari bahwa ada sesosok bayangan yang terlihat di ujung lorong gerbong. Siluet itu gelap dan kabur, seakan-akan tidak sepenuhnya nyata. Maya merasa bulu kuduknya meremang, tetapi dia mencoba untuk tidak terlalu panik.

Bandar Bola

Ketika kereta melaju perlahan-lahan melintasi hutan lebat, suasana semakin tegang. Cahaya lampu kereta yang redup dan suara roda yang berderit di rel membuat atmosfer semakin mencekam. Bayangan di ujung lorong semakin dekat, terlihat lebih jelas namun tetap kabur.

Maya mencoba untuk mengalihkan perhatian dengan membaca buku, tetapi setiap kali dia mengangkat pandangannya, bayangan itu tampak semakin dekat. Dia merasa seakan-akan sesuatu mengintai, mengamatinya dengan tatapan tak berwujud.

Tiba-tiba, kereta melintasi jembatan tua di atas sungai Bengawan Solo yang gelap. Lampu kereta berkedip-kedip, dan Maya melihat bayangan itu sudah berdiri tepat di samping kursinya. Wajahnya tidak terlihat, hanya mata hitam yang tajam menatapnya dengan dingin.

β€œMau ke mana, Maya?” bisikan halus terdengar di telinganya, membuat bulu kuduknya merinding. Dia merasa napasnya tersengal-sengal, mencoba menahan rasa takut yang melanda.

Tanpa berpikir panjang, Maya meraih tasnya dan berlari menuju pintu gerbong. Dia membuka pintu dengan keras dan meloncat keluar saat kereta melintas di atas sungai. Tubuhnya terguling di tanah basah, tetapi dia berlari menjauh, menjauh dari bayangan yang kini sudah hilang begitu saja.

Maya tersandung ke tepi jalan raya, pandangannya masih terpaku ke arah kereta yang menjauh dengan cepat. Dia menghela nafas lega, menyadari bahwa dia selamat dari apa pun itu. Namun, ketegangan dan ketakutan masih terasa dalam dirinya, meresapi setiap serat kecil di tubuhnya.

Dalam kejadian yang terkesan seperti mimpi buruk itu, Maya tidak pernah lupa pengalaman mencekam di kereta malam itu. Hingga kini, cerita itu masih menghantui pikirannya, mengingatkannya betapa rapuhnya batas antara kenyataan dan dunia yang lebih gelap dan tak terlihat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *