Di sebuah rumah sederhana di Bogor, aku, Mira, bekerja sebagai pengasuh balita bernama Rian. Selama bertahun-tahun, aku merawatnya dengan penuh cinta. Keluarga Rian, terutama ibunya, sangat mempercayaiku. Namun, ada sesuatu yang aneh di dalam rumah itu.

 

Suatu malam, saat Rian sudah tidur, aku duduk di ruang tamu. Tiba-tiba, aku merasakan hawa dingin menyelimuti tubuhku. Ketika menoleh, aku melihat bayangan samar di sudut ruangan. Sekilas, sosok itu mirip dengan diriku—namun wajahnya pucat dan tak berwarna. Aku mencoba mengabaikannya, tetapi rasa takut mulai menggerogoti pikiranku.

 

Hari-hari berikutnya, kejadian aneh semakin sering. Rian mulai berbicara sendiri, seolah ada teman yang hanya bisa dilihatnya. Saat kutanya, ia hanya tersenyum dan berkata, “Mira ada di sini.” Hatiku bergetar. Siapa “Mira” yang dia maksud?

Suatu malam, saat membersihkan mainan Rian, aku menemukan sebuah foto lama di balik rak. Dalam foto itu, aku melihat diriku—tapi itu terjadi bertahun-tahun lalu. Rasa tidak nyaman semakin menghinggapi. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Beberapa minggu kemudian, suara berisik terdengar dari kamar Rian. Aku berlari ke sana, dan melihat sosokku yang lain sedang menggoyangkan ranjang. Dia menoleh ke arahku, dan aku merasakan getaran dingin merambat di sekujur tubuh. “Kau sudah lama pergi,” bisiknya.

Barulah aku sadar, selama ini aku adalah sosok yang telah tiada. Ternyata, aku meninggal dalam kecelakaan saat masih merawat Rian beberapa tahun lalu. Namun, jiwaku terjebak di rumah itu, menjaga Rian tanpa disadari oleh semua orang.

Kini, teror itu tidak bisa kuhindari. Aku merasa harus melindungi Rian dari bahaya, tetapi aku juga mulai kehilangan kendali. Suara bisikan dan bayangan semakin sering menggangguku. Keluarga itu tidak tahu siapa aku yang sebenarnya.

Ketika Rian tertidur, aku berdiri di sampingnya, memandang wajah polosnya. “Aku akan selalu ada di sini,” aku berbisik. Namun, di dalam hatiku, aku merasa terasing—terjebak antara dua dunia, berjuang untuk melindungi anak yang kusayangi sambil mencari jalan untuk bebas.

Kini, setiap malam, aku terus meneror mereka, berharap bisa menyampaikan pesan bahwa aku ada untuk melindungi, meski dalam cara yang tak pernah mereka inginkan. Dan setiap kali Rian tersenyum, aku merasa sedikit tenang, meskipun bayanganku akan selalu membayangi mereka.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *